Makan Secara Mulia

Thursday, November 5, 2009

Manusia pada akhirnya bukanlah makhluk satu dimensi. Kemanusiaan seseorang sejatinya adalah gabungan dari aspek hewani dan ilahi sekaligus. Kualitas kemanusiaan seseorang kemudian diukur melalui kemampuannya menekan serta mengontrol aspek hewani seraya menumbuh-kembangkan aspek ilahinya. Derajat manusia ditinggikan bila aspek ilahinya tumbuh subur hingga mencapai mi’raj kemanusiaannya. Sebaliknya, derajat hina tersemat bila aspek hewani mendominasi.

Makan, minum dan berkembang biak adalah pemenuhan aspek hewani manusia. Agar kebutuhan-kebutuhan ini tak sekedar jadi pemenuhan tanpa makna, Nabi Muhammad SAW menggariskan aturan-aturan. Argumentasinya jelas; manusia jangan sampai jadi hanya sekedar hewan saat ia memenuhi kebutuan-kebutuhan hewaninya. Aturan-aturan ini juga dimaksudkan agar pemenuhan kebutuhan hewani tadi tetap dapat menjadi sarana manusia meraih kemuliaannya.

Lalu, bagaimanakah makan secara mulia yang dianjurkan Nabi SAW? Amr bin Abi Salamah dalam sebuah hadits sahih menyebut, Nabi Muhammad telah mengajarkan membaca Bismillah dan menggunakan tangan kanan setiap kali makan. Aisyah ra, juga menyebut ajaran Nabi SAW ini dalam hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzy. Demikian ringan dan remeh ajaran ini namun kandungan hikmahnya amat tinggi.
Penyebutan nama Allah adalah pernyataan ruhani bahwa makan seseorang terkait langsung dengan Allah swt. Lontaran lisan ini juga pernyataan, tidak ada pihak lain yang terlibat dalam aktivitas makan itu selain si fulan, Allah swt. Dan makanan sebagai karunia-NYA. Setan karenanya, tersingkir.

Imam Muslim meriwayatkan hadis dari Jabir R.A bahwa Rasullah bersabda, “Apabila seseorang masuk ke dalam rumanya dengan menyebut Bismillah,saat masuk dan ketika makan, maka setan berkata pada temannya, “tiada tempat tinggal dan tiada bagian makanan bagi kamu disini”. Dan apabila seseorang masuk rumah tanpa menyebut Bismillah setan berkata, “Kamu dapat bermalam di rumah ini,”. Lalu jika diwaktu makan tak disebut nama Allah setan berkata pada temannya,” Kamu dapat bermalam dan makan disini,”.
Jelas penyebutan asma Allah menjadi semacam manifesto ketidakhadiran setan. Jika lalai dan meluputkannya berarti setan telah kita undang makan bersama kita. Dan bila setan di sisi kita, amal kita berarti telah siap menuju rusak dan nista.

Tapi bagaimana jika seseorang lupa mengucapkan nama Allah dan baru menyadarinya di tengah-tengah makannya? Abu Dawud meriwayatkan hadis yang menjadi jawaban pertanyaan ini “ketika Rasullah saw, sedang duduk, ada seseorang makan tanpa menyebut nama Allah, hingga makanan tersisa di piringnya tinggal sesuap. Tiba-tiba di saat makanan sesuap itu akan dimasukkan ke mulutnya ia membaca, “Bismillahi awwlahu wa akhirahu. Mendadak Nabi SAW tertawa dan bersabda, “setan makan bersama dia sepanjang makannya tadi, namun ketika ia menyebut nama Allah, setan kontan memuntahkan isi perutnya”.
Bookmark and Share

Comments

No response to “Makan Secara Mulia”
Post a Comment | Post Comments (Atom)

Post a Comment